RSS

Selasa, 17 September 2013

Analisis Tragedi Lumpur Lapindo


  •         Poin- Poin Masalah.
  1. Penundaan realisasi terhadap penyelesaian pembayaran ganti rugi aset warga korban lumpur lapindo yang direalisasikan sejak tanggal 26 Maret 2006 oleh PT. MLJ melakukan  nilai jual beli dengan uang muka 20%. Penggatian  tersebut memakan dana sebesar Rp 35.108.1000 dari total pembayaran ganti rugi aset warga korban lumpur sebesar Rp. 175.504.500.000. 
  2. Adanya dugaan korupsi dana penggantian lahan yang ditenggelamkan lapindo. Terdapatnya aksi mandi lumpur di gedung KPK, sebagai simbolisasi bahwa kasus lumpur belum selesai, Padahal telah berlangsung selama 7 tahun. Bahkan ada indikasi kecurangan pembayaran uang penggati yang menjadi hak warga. Hal tersebut dari  adanya laporan dari warga yang mengatakan bahwa adanya oknum yang menarik pungutan dari warga dengan alasan melancarkan proses pembayaran namun warga menolak. 
  3.  "Meski secara hukum Lapindo dinyatakan tidak bersalah, kita tetap menyelesaikan pembayaran. Itu wujud rasa kemanusiaan dan atas amanat almarhumah Ibunda Aburizal Bakrie," tegasnya. Andi mengatakan, pihak perusahaan berjanji akan melunasi paling lambat akhir tahun 2013 ini. "Ya kita harap kekurangan Rp 786 miliar ini bisa berakhir akhir 2013 mendatang," ujar Andi, kepada suarasurabaya.net, Selasa (28/5/2013). 
  4.  Bosman Batubara Geolog UGM mengatakan, keterlambatan pemerintah dalam menyelesaikan masalah lumpur Lapindo Sidoarjo disebabkan tidak adanya definisi yang tepat dalam memahami bencana yang terjadi. Selama ini, pemerintah memahami semburan lumpur sebagai bencana teknologi saja. Padahal, bencana tersebut terjadi karena meningkatnya kebutuhan produksi. “Yang terjadi di Sidoarjo bukanlah bencana alam atau teknologi. Ini adalah bencana industri,” tegas alumni Jurusan Teknik Geologi UGM ini dalam rilisnya yang diterima suarasurabaya.net, Selasa (28/5/2013).Bosman menjelaskan, bencana industri bisa terjadi karena kesengajaan manusia yang tidak menaati prosedur keamanan produksi. Dalam kasus lumpur Sidoarjo, kesalahan bermula dari kesengajaan PT Lapindo Brantas untuk tidak memasang casing yang tepat pada sumur bor Banjar Panji 1 (BPJ 1). Kesengajaan tersebut bisa jadi disebabkan oleh keinginan menekan biaya produksi.

  •              Peryataan  Sikap
Masalah tentang kejadian lumpur di porong  sidoarjo tersebut  termasuk pelanggaran HAM berat, yaitu kejahatan kemanusiaan. Dalam hal ini para korban lumpur dilakukan adanya pengusiran secara paksa yang sangat melanggar HAM.
      Permasalahan kasus ini juga terdapat ketetapan  MPR No. XVII/MPR/1998. Yang mana di dalamnya memuat  yang mengatur tentang Hak asasi manusia, sebagai berikut :

a.      Hak Hidup
Dari segi hak hidup dapat dikatakan kasus lumpur lapindo ini melanggar HAM, karena atas kejadian ini para korban berdampak pada kehidupannya seperti menghambat peningkatan taraf kehidupan tergantung lingkungan yang tentram, aman dan damai, dan adanya dampak atas lingkungan hidup yang tidak baik dan sehat.

b.      Hak memperoleh Keadilan
Dari segi hak ini para korban lapindo  tidak mendapatkan perlindungan jaminan dan pengakuan yang adil di depan hukum. Hal ini dapat dibuktikan seperti selama ini para korban lumpur lapindo telah melakukan upaya gugatan hukum kepada PT Lapindo Brantas untuk mendapatkan hak-hak atas kerugian yang di alami para korban.

c.       Hak Kesejahteraan
Dari sudut pandang hak kesejahteraan, masarakat lumpur lapindo setelah ada peristiwa lumpur lapindo tersebut para korban untuk sementara tinggal di gubuk-gubuk dan tenda-tenda pengungsian yang kondisinya sangat memprihatinkan, seperti masalah kesehatan, pendidikan yang terputus karena sekolahan mereka terendam oleh lumpur. Disisi lain banyak penduduk yang kehilangan mata pencaharian yang selama ini menjadi penompang hidup mereka.

d.      Hak Asasi Ekonomi politik
Dalam kasus ini para korban lumpur lapindo telah diambil  hak kepemilikannya. Hal tersebut di buktikan dengan tanah dan kepemilikan aset-aset menyatakan disana yang terkena dampak daripada adanya kasus ini.


  • Alasan Pembahasan.

Dalam kasus Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo dapat di kategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Akan tetapi dalam hal ini KOMNAS HAM menolak anggapan bencana tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran. Dengan demikian terdapat perbedaan prepsepsi penilaian terhadap kasus Lumpur  Lapindo tersebut. Hal ini terdapat  sangkut pautnya, yaitu adanya suatu kepentingan dan kekuasaan yang ikut serta di dalam penanganan kasus ini sehingga  menyebabkan ketidakpastian status lumpur lapindo. Dalam  kasus  ini siapakah yang patut untuk disalahkan? Apakah penanganan para korban menjadi tanggung jawab pemerintah atau tanggung jawab dari PT. Lapindo Brantas. Padahal kasus lumpur lapindo yang sekarang ini menjadi sorotan publik itu harus secepatnya segera terselesaikan, sebab hal ini mempunyai dampak yang besar  yaitu pada masa depan para korban yang telah dirugikan. Hal ini dapat menunjukkan sisi lemahnya ketidakpastian hukum dan juga tanggungjawab yang diharapkan para korban.

Pelanggaran HAM berat ini sebenarnya sudah ditangani oleh berbagai pihak di antara lain yaitu pihak PT. Lapindo sendiri maupun pemerintah dan pihak luar negri. Akan tetapi tanggung jawab yang di berikan oleh pihak PT. Lapindo belum bisa sepenuhnya membuat para korban tersebut hak-haknya terpenuhi. Padahal kasus ini sudah berlansung selama 7 tahun lamanya.
Hal ini dibuktikan dengan penderitaan korban lapindo yang tidak diperhatikan kesejahteraan kehidupannya. Sebagian besar  korban lumpur lainnya belum mendapatkan pelunasan ganti rugi, memilih mendirikan gubuk untuk tempat tinggal di atas tanggul penahan lumpur. Meskipun pemerintah sudah membantu dalam berbagai macam hal termasuk bantuan dari segi materi ataupun fasilitas umum yang diberikan masih saja belum mampu memenuhi kebutuhan para korban.



Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus lumpur lapindo ini merupakan  kasus pelanggaran HAM berat. Kasus ini bukan merupakan suatu kejadian  bencana alam akan tetapi merupakan bencana industri, yang mana peristiwa tersebut mengakibatkan penderitaan warga masyarakat Porong Sidoarjo. Dalam hal ini masyarakat Porong secara tidak langsung ditindas, dan  sudah tidak terhitung lagi kerugian yang dialami oleh korban lumpur dalam waktu tujuh tahun ini. Apalagi proses ganti rugi yang dijanjikan oleh PT Lapindo Brantas belum sepenuhnya selesai. Perluasan dampak dari lumpur Sidoarjo mengakibatkan para korban harus berpindah secara terpaksa dari tempat tinggal mereka, disisi lain peristiwa ini juga melanggar beberapa hak-hak para korban, diantaranya hak hidup, hak memperoleh keadilan, keadilan kesejahteraan, hak ekonomi politik.
Saran
Untuk PT. Lapindo Brantas
Ø  PT lapindo secepatnya harus bertanggungjawab memenuhi janji-janji yang telah dijanjikannya yaitu menggati rugi seluruh aset-aset kerugian yang dilalmi korban seperti tanah dan bangunan yang tak kunjung jelas.
Ø  PT. lapindo setidaknya memberikan kejelasan status kepada para korban lupur lapindo agar korban tidak terlantar dan memiliki tempat tinggal yang permanen dan layak huni agar supaya korban tidak terkatung-katung.
Untuk pemerintah
Ø  Pemerintah di harapkan memberikan kebijakan-kebijakan yang dapat meringkankan korban dalam kasus ini. Yaitu dengan memberikan jaminan kesehatan bagi para korban dan memberikan jaminan pendidikan kepada anak dari korban yang putus sekolah akibat adanya kasus tersebut. Pemerintah juga merevisi Perpes no 14 tahun 2007, agar PT. Lapindo tanggung jawab atas penyelesaian dana ganti rugi korban Lumpur Lapindo.

Untuk KOMNAS HAM

KOMNAS HAM harus mengubah prepsepsi mengenai kasus tersebut, bahwa peristiwa lumpur lapindo termasuk pelanggaran HAM. sehingga diharapkan KOMNAS HAM dapat menegakan hak-hak yang seharusnya di dapatkan oleh para korban lumpur lapindo.






0 komentar:

Posting Komentar